Dampak Batalnya Kenaikan Harga BBM
Sudah sejak lama, rezim
neoliberal berusaha untuk menaikkan harga BBM karena mereka beralasan, bahwa
subsidi BBM selama ini telah salah sasaran. Rezim neoliberal mengatakan, bahwa
selama ini BBM bersubsidi tidak dinikmati oleh rakyat miskin. Padahal sudah
banyak bukti yang menjelaskan, bahwa dampak kenaikan harga BBM bersubsidi malah
akan semakin menyengsarakan kehidupan rakyat pekerja di Indonesia, dengan
kenaikkan harga bahan-bahan pokok, harga barang, biaya transportasi umum, dan
yang lainnya, yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh rakyat pekerja.
Berdasarkan penambahan
pasal itu dalam UU APBN 2012 tersebut, juga dapat dimaknai bahwa kedaulatan rakyat yang
diwakili suaranya oleh DPR telah dilucuti oleh elit-elit politik. Hal ini dikarenakan DPR menyerahkan
sepenuhnya persoalan kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut ke tangan
pemerintah. Tentu saja hal ini semakin membuktikan, bahwa elit-elit dan
partai-partai politik tidak pernah memiliki kepentingan untuk mensejahterakan
rakyat. Mereka hanya memiliki mementingkan kepentingannya pribadi dan
kelompoknya saja.
Penambahan pasal tersebut
yang menyatakan pemerintah dapat menaikkan harga BBM bersubsidi jika terjadi
fluktuasi harga minyak mentah dunia sebesar 15 persen selama 6 bulan
menunjukkan, bahwa Indonesia memang sangat tergantung dengan harga minyak
mentah dunia. Hal ini tidak aneh, jika mengingat 70% sumur migas di Indonesia
dikuasai oleh perusahaan minyak dan gas (migas) asing. Perusahaan-perusahaan
asing tersebut lebih memilih untuk mengekspor produksi minyak mentah di
Indonesia, dibandingkan penggunaan di dalam negeri untuk kebutuhan rakyat
Indonesia.
Dan batalnya kenaikan harga
bbm, ternyata menyebabkan dampak juga terhadap masyarakat. Pelaku usaha dan industri mengatakan batalnya
rencana pemerintah menaikkan harga BBM menjadikan situasi ekonomi di Indonesia
diwarnai ketidakpastian, sedikitnya hingga Juli mendatang. pengusaha lain yang
mengaku menanggung ongkos produksi lebih tinggi karena belanja modal meroket
lebih dulu dibanding harga BBM. Expected inflation semacam ini yang
justru menyebabkan situasi ketidakpastian berkepanjangan. Akibatnya inflasi terus
terseret. Sekarang harga BBM tidak naik tetapi inflasi bisa jadi malah dua
kalinya karena terlanjur ada kondisi psikologis harga akan naik nanti entah
bulan apa.
Dan pengunjuk rasa yang
berkontribusi atas tertundanya kenaikan harga BBM sadar atau tidak disadari
telah melancarkan double-hit. Pukulan pertama saat rencana kenaikan harga BBM
per 1 April mulai ramai diberitakan, harga beberapa bahan pokok, tarif jasa,
dan biaya transportasi sudah bergerak naik. Kenaikan dengan pola yang sama bisa
dipastikan akan terjadi lagi saat pemerintah kembali mengumumkan jadwal baru
kenaikan harga BBM, mengikuti kesepakatan rapat paripurna pekan lalu dan ini
akan menjadi pukulan kedua.
Kerugian akan lebih besar lagi
jika kerusakan yang terjadi karena demonstrasi yang anarkistis dan cara
penanganan yang cenderung represif ikut dihitung. Dengan semua dampak
ketidaknaikan BBM bersubsidi tersebut, dana bantuan langsung tunai (BLT) dan
kompensasi lain yang totalnya Rp 25 triliun dan seharusnya menjadi bantalan
dari pukulan kenaikan harga juga batal dicairkan. Dana yang sudah diketok oleh
DPR untuk masuk dalam UU APBN-P 2012 itu baru akan cair apabila harga BBM
bersubsidi jadi dinaikkan. Untuk semua dampak ini, adakah yang akan
berdemonstrasi?
Jadi, selain keputusan yang diklaim sebagai kompromi terbaik atas pertentangan pihak yang setuju dan tidak setuju atas kenaikan harga BBM, Pemerintah dan DPR juga harus rela untuk diklaim telah memberikan ketidakpastian baru atas perekonomian negara. Sebab, harga barang telah naik, tetapi justru harga BBM dijaga tetap untuk sementara waktu.
Tak hanya itu pembatalan harga
BBM juga memberikan dampak , Mata uang rupiah terhadap dollar AS pada Senin
(2/4/2012) pagi melemah sebesar lima poin seiring dengan pembatalan kenaikan
harga bahan bakar minyak. Nilai tukar mata uang rupiah dalam transaksi
antarbank di Jakarta, Senin pagi, melemah sebesar lima poin menjadi Rp 9.170
dibandingkan sebelumnya Rp 9.165 per dollar AS. "Pasar obligasi
diperkirakan mengalami tekanan karena pembatalan kenaikan harga BBM. Kondisi
itu berpotensi rupiah mengalami tekanan.
Meski demikian, Bank Indonesia
(BI) masih menjaga pergerakan nilai tukar dalam negeri," kata analis pasar
uang dari Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, di Jakarta. Ia
menambahkan, pembatalan kenaikan harga BBM kemungkinan membuat lembaga
pemeringkat Standard & Poor’s (S&P) menunda kenaikan peringkat utang
Indonesia karena defisit APBN-P 2012 menjadi lebih tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar