1.
SENGKETA DESAIN INDUSTRI: Perusahaan Gas
Negara Digugat Rp132 miliar
BISNIS.COM, JAKARTA. Saling gugat terjadi
antara penemu desain industri sambungan pelindung pipa (sock adaptor) dengan PT
Perusahaan Gas Negara Tbk terkait penggunaan temuan secara melanggar hukum. M. Rimba
Aritonang (penggugat), penemu dan pemegang hak desain industri dengan nomor
pendaftaran ID 0009708 berjudul “Desain Sambungan Pelindung Pipa,” menuntut Perusahaan
Gas Negara (PGN) senilai Rp132,39 miliar. Kuasa hukum Rimba, Poltak
Siagian, menyebut PGN telah menggunakan sambungan pelindung pipa hasil temuan
kliennya tersebut untuk kepentingan perusahaan pelat merah itu secara terus
menerus. “Tergugat telah mengetahui bahkan mengerti dan mengakui secara tegas
dalam surat-suratnya kepada penggugat bahwa penggugat adalah pemegang hak
ekslusif tersebut,” katanya. PGN, lanjut Poltak, pernah bertemu dengan kliennya
dengan maksud membeli hak desain industri tersebut. Namun, mereka tak mencapai
kespakatan karena harga yang ditawarkan tak sesuai yang diinginkan penggugat. Akan tetapi,
ternyata PGN tetap menggunakan desain industri sock adaptor itu tanpa
izin dari pemilik. Perbuatan itu, kata Poltak, melanggar Pasal 46 ayat 1
Undang-undang No. 31 tentang Desain Industri. Dalam gugatan disebutkan
bahwa PGN telah menggunakan dan memproduksi alat yang menggunakan desain
industri milik Rimba sejak 2006. Atas pelanggaran itu Rimba menuntut ganti rugi
materil Rp32,39 miliar dan kerugian moril Rp100 miliar. Gugatan diajukan ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan No.73/D.I/2012/PN.Jkt.Pst pada 14
November 2012. Perkara telah masuk saksi-saksi. PGN dalam jawabannya
keberatan dengan dalil penggugat atas klaimnya sebagai penemu sock adaptor
ID 0009708 yang didaftarkan pada 28 Agustus 2006. Menurut PGN yang diwakili
kuasa hukumnya Andreas Nahot Silitonga dkk. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual harusnya tak mengeluarkan sertifikat desain industri itu untuk
penggugat. “Karena desain indsutri tersebut sama sekali tidak memiliki keunikan
atau kekhasan tersendiri dan tidak ada perbedaannya dengan pengungkapan yang
telah ada sebelumnya,” katanya dalam berkas jawaban. Tidak adanya kebaruan
itu, katanya, bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) jo.
Pasal 3UU Desain Industri.
Editor : Rustam Agus
2. Kasus sengketa Honda Karisma dan
Tossa Krisma
Kekalahan sang penemu merek
Pengucapan kata Krisma dan Karisma hampir sama. Tapi, keduanya memiliki perbedaan. Krisma adalah merek sepeda motor China buatan PT Tossa Sakti, sedangkan Karisma merek sepeda motor produksi PT Astra Honda Motor.
Sepeda motor merek Krisma belum dikenal oleh masyarakat luas. Peredarannya masih terbatas di beberapa wilayah saja. Kalaupun ada di Jakarta, jumlahnya relatif sedikit.
Sepeda motor China itu lebih mudah ditemukakan di beberapa kota di Jawa Tengah karena basis produksinya memang berada di provinsi itu.
Meskipun masih relatif kecil, produsen sepeda motor itu sudah berani menantang PT Astra Honda Motor (PT AHM)-yang sudah terkenal sebagai salah satu produsen sepeda motor terbesar di Tanah Air-soal penggunaan merek dagang Karisma.
PT AHM memang tidak bisa dibandingkan dengan Tossa Krisma. Produksi sepeda motor Karisma PT AHM setiap tahun mencapai 1.000.000 unit. Pemasarannya pun tersebar di seluruh wilayah Indonesia. PT AHM adalah perusahaan joint venture sebagai produsen dan distributor sepeda motor terbesar di Indonesia. Jumlah karyawannya pun mencapai sekitar 11.000 orang.
Perusahaan patungan itu juga telah memberikan konstribusi besar terhadap perekonomian Indonesia seperti pembayaran pajak usaha, pajak pendapatan, dan pajak penghasilan. Bisa dikatakan bahwa perusahaan itu merupakan salah suatu aset nasional.
Masalahnya bukan pada perbandingan skala binis usaha mereka. Tapi, perseteruan dua produsen sepeda motor itu terletak pada pertikaian hukum soal kepemilikan merek dagang Karisma. Dua produsen sepeda motor itu terlibat persengketaan merek dagang Karisma sejak Februari 2005. Cheng Sen Djiang Gunawan Chandra, pemilik sepeda motor merek Krisma, melayangkan gugatan kepada PT AHM melalui Pengadilan Niaga Jakarta. Dia diwakili oleh kuasa hukumnya dari law firm Amroos & Partners.
PT AHM dituding oleh Gunawan menggunakan merek dagang Karisma tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Merek Karisma, Karisma 125 dan Karisma 125 D terdafatar atas nama PT AHM pada Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM di bawah nomor pendaftaran masing-masing 520497, 520150 dan 520496 pada Oktober 2002.
Merek Karisma 125 D terdaftar untuk kelas/jenis barang 12, yang mencakup perlindungan untuk segala macam peralatan atau kendaraan yang begerak di darat, udara dan atau air, suku cadang serta asesorisnya yaitu sepeda, sepeda motor dan segala kendaraan roda dua dan lain-lain. Perlindungan terhadap merek itu baru berakhir pada 2011.
Lubang hukum
Merek Karisma yang terdaftar itu menggunakan karakter huruf balok hitam putih, berdiri tegak dan hurufnya berdiri sendiri, tidak menyambung satu sama lain. Sedangkan yang digunakan oleh PT AHM saat ini adalah merek Karisma, yang susunan hurufnya miring dan warna warni. Ada sentuhan seni dan desain pada karakter hurufnya. Tapi, justru hal itu menjadi lubang hukum bagi Tossa Krisma untuk menggugat PT AHM. Setelah melalui beberapa kali sidang, majelis hakim yang diketuai oleh Agoes Soebroto, hakim Pengadilan Niaga Jakarta pada awal pekan ini akhirnya memutuskan untuk mengabulkan semua permohonan Gunawan Chandra. Pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan Gunawan antara lain PT AHM tidak menggunakan merek Karisma sesuai dengan yang terdaftar pada Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) Departemen Hukum dan HAM. Artinya, merek Karisma yang sudah terdaftar di Direktorat Merk Ditjen HaKI Departemen Hukum dan HAM atas nama PT AHM harus dihapus dari daftar, sehingga produsen sepeda motor itu-jika vonis itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap-tidak boleh lagi menggunakan merek Karisma pada sepeda motor Honda. PT AHM tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya terhadap putusan pengadilan itu. "Sangat ironis bahwa pihak yang menciptakan desain dan seni lukis justru tidak dilindungi hukum. Di manakah rasa keadilan hukum kita,"kata Kristanto, head corporate communication PT AHM. Menurut Kristanto, putusan hakim yang memenangkan Gunawan Chandra pada sidang tahap pertama telah mengecewakan PT AHM. "Kami tidak bisa menerima putusan majelis hakim pengadilan niaga. Kami akan melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung." Putusan hakim pengadilan tingkat pertama itu memang belum final karena PT AHM masih memiliki hak untuk mengajukan keberatan melalui kasasi ke Mahkamah Agung. "Kami memandang putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap dan kami masih mempunyai perlindungan hukum. Kami akan mengkonsolidasikan dengan pihak lawyer,"ujarnya. PT AHM, katanya, berpendapat putusan majelis hakim tersebut akan menjadi preseden buruk bagi iklim persaingan usaha di Indonesia di mana hal ini akan membuka peluang bagi para penjiplak merek untuk menggunakan pasal 61 dan 63 Undang-Undang No.15/2002 tentang Merek sebagai sarana untuk melakukan penyelundupan hukum.
Pasal 61 Ayat 2b berbunyi: Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika; merek digunakan untuk jenis barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar.
Pasal 63 berbunyi: Penghapusan pendaftaran merek berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat 2 huruf a dan b dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada pengadilan niaga.
Kristanto menambahkan bahwa dalam keputusannya majelis hakim tidak mempertimbangkan fakta bahwa PT Tossa Shakti diduga merupakan pihak ketiga yang beritikad tidak baik.
Sebelumnya, katanya, Gunawan Chandra juga sempat menjiplak mentah-mentah merek Karisma untuk sepeda motornya. Tapi, setelah ditegur, akhirnya dia membuat surat pernyataan yang antara lain isinya minta maaf dan menarik penggunaan merek itu.
"Sekarang dia [Gunawan Chandra] menggunakan merek dagang Krisma, yang bunyinya sama dengan Karisma milik Honda. Ini jelas ada itikad tidak baiknya,"kata Kristanto.
Hakim, lanjut Kristanto, tidak mempertimbangkan segala usaha seperti promosi dll yang telah dilakukan oleh PT AHM selaku pihak yang menciptakan desain dan dan seni lukis dari Karisma sebagai merek sepeda motor Honda.
Dampak psikologis
Putusan pengadilan telah menimbulkan dampak psikologis kepada para konsumen Honda. "Dampak psikologis itu jelas ada, tapi susah diukur. Yang jelas, putusan hakim itu pasti ada pengaruhnya ke konsumen Honda." Rahman, salah seorang konsumen sepeda motor merek Honda Karisma mengaku kaget mengetahui merek Karisma yang dipakai Honda kalah di pengadilan niaga oleh merek motor Krisma. Dia menilai persoalan hukum yang tengah dihadapi oleh PT AHM sedikit banyak akan berpengaruh pada image produk andalan Honda di kelas 125 cc.
Namun demikian, menurut Rahman, secara perlahan pasar Karisma memang akan tergerus oleh produk terbaru yang belum lama ini dirilis PT Astra Honda Motor, yaitu Honda Supra X125. Dia menilai motor bebek ini sebenarnya memiliki basis mesin yang sama dengan Karisma saudara tuanya.
"Saya kira Supra X125 cc ini bagian dari branding yang dilakukan Honda. Tapi saya juga tidak tahu, apakah produk ini khusus disiapkan untuk mengantisipasi persoalan hukum yang tengah dihadapi Karisma?" ujarnya bertanya-tanya. Terlepas dari persoalan hukum yang membelit Karisma, dia memprediksi harga sepeda motor Karisma seken alias bekas dipastikan akan turun di pasaran. Namun dia menegaskan hal itu bukan dipicu oleh persoalan hukum dengan motor China Krisma. "Koreksi harga terhadap Karisma, semata-mata terjadi karena munculnya Honda Supra X 125 yang sama-sama diproduksi Honda,"katanya. Rahman sempat ragu mengenai nasib motor Karisma yang dia beli dua tahun lalu. Dia bertanya apakah motor Karisma yang sudah beredar di pasar akan ditarik dari pasar atau Honda malah akan meghentikan produksi merek motor ini. Dia agak lega saat diberi tahu masih ada peluang bagi Karisma menang di pengadilan karena PT AHM telah mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Niaga Jakpus. "Jika ada rezeki saya berencana akan ganti dengan Supra X yang terbaru," ungkapnya.
Di segmen motor bermesin 125 cc, Honda melalui Karisma X tahun lalu membukukan angka penjualan rata-rata 57.500 unit per bulan atau dengan pangsa pasar motor 125cc sebesar 61%. Melalui model terbaru Supra X 125cc yang dipasarkan dengan harga mulai Rp12,5 juta (on the road), AHM menargetkan peningkatan penguasaan pangsa pasar di segmen ini menjadi 71%. Selain kedua merek tersebut, Honda saat ini memasarkan sepeda motor jenis bebek lain yaitu Supra Fit 100cc. Sementra di segmen sport, Honda memiliki Tiger 200cc, GL Max, dan Mega Pro 160cc. Merek Supra X sebelumnya dikenal masyarakat untuk motor bebek Honda yang bermesin 100 cc. Namun sejak merilis Supra X125 CC, Supra X 100 cc tidak lagi diproduksi. PT AHM menunjuk Amris Pulungan, praktisi dari kantor hukum Pulungan Winston & Partners.
Pengucapan kata Krisma dan Karisma hampir sama. Tapi, keduanya memiliki perbedaan. Krisma adalah merek sepeda motor China buatan PT Tossa Sakti, sedangkan Karisma merek sepeda motor produksi PT Astra Honda Motor.
Sepeda motor merek Krisma belum dikenal oleh masyarakat luas. Peredarannya masih terbatas di beberapa wilayah saja. Kalaupun ada di Jakarta, jumlahnya relatif sedikit.
Sepeda motor China itu lebih mudah ditemukakan di beberapa kota di Jawa Tengah karena basis produksinya memang berada di provinsi itu.
Meskipun masih relatif kecil, produsen sepeda motor itu sudah berani menantang PT Astra Honda Motor (PT AHM)-yang sudah terkenal sebagai salah satu produsen sepeda motor terbesar di Tanah Air-soal penggunaan merek dagang Karisma.
PT AHM memang tidak bisa dibandingkan dengan Tossa Krisma. Produksi sepeda motor Karisma PT AHM setiap tahun mencapai 1.000.000 unit. Pemasarannya pun tersebar di seluruh wilayah Indonesia. PT AHM adalah perusahaan joint venture sebagai produsen dan distributor sepeda motor terbesar di Indonesia. Jumlah karyawannya pun mencapai sekitar 11.000 orang.
Perusahaan patungan itu juga telah memberikan konstribusi besar terhadap perekonomian Indonesia seperti pembayaran pajak usaha, pajak pendapatan, dan pajak penghasilan. Bisa dikatakan bahwa perusahaan itu merupakan salah suatu aset nasional.
Masalahnya bukan pada perbandingan skala binis usaha mereka. Tapi, perseteruan dua produsen sepeda motor itu terletak pada pertikaian hukum soal kepemilikan merek dagang Karisma. Dua produsen sepeda motor itu terlibat persengketaan merek dagang Karisma sejak Februari 2005. Cheng Sen Djiang Gunawan Chandra, pemilik sepeda motor merek Krisma, melayangkan gugatan kepada PT AHM melalui Pengadilan Niaga Jakarta. Dia diwakili oleh kuasa hukumnya dari law firm Amroos & Partners.
PT AHM dituding oleh Gunawan menggunakan merek dagang Karisma tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Merek Karisma, Karisma 125 dan Karisma 125 D terdafatar atas nama PT AHM pada Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM di bawah nomor pendaftaran masing-masing 520497, 520150 dan 520496 pada Oktober 2002.
Merek Karisma 125 D terdaftar untuk kelas/jenis barang 12, yang mencakup perlindungan untuk segala macam peralatan atau kendaraan yang begerak di darat, udara dan atau air, suku cadang serta asesorisnya yaitu sepeda, sepeda motor dan segala kendaraan roda dua dan lain-lain. Perlindungan terhadap merek itu baru berakhir pada 2011.
Lubang hukum
Merek Karisma yang terdaftar itu menggunakan karakter huruf balok hitam putih, berdiri tegak dan hurufnya berdiri sendiri, tidak menyambung satu sama lain. Sedangkan yang digunakan oleh PT AHM saat ini adalah merek Karisma, yang susunan hurufnya miring dan warna warni. Ada sentuhan seni dan desain pada karakter hurufnya. Tapi, justru hal itu menjadi lubang hukum bagi Tossa Krisma untuk menggugat PT AHM. Setelah melalui beberapa kali sidang, majelis hakim yang diketuai oleh Agoes Soebroto, hakim Pengadilan Niaga Jakarta pada awal pekan ini akhirnya memutuskan untuk mengabulkan semua permohonan Gunawan Chandra. Pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan Gunawan antara lain PT AHM tidak menggunakan merek Karisma sesuai dengan yang terdaftar pada Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) Departemen Hukum dan HAM. Artinya, merek Karisma yang sudah terdaftar di Direktorat Merk Ditjen HaKI Departemen Hukum dan HAM atas nama PT AHM harus dihapus dari daftar, sehingga produsen sepeda motor itu-jika vonis itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap-tidak boleh lagi menggunakan merek Karisma pada sepeda motor Honda. PT AHM tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya terhadap putusan pengadilan itu. "Sangat ironis bahwa pihak yang menciptakan desain dan seni lukis justru tidak dilindungi hukum. Di manakah rasa keadilan hukum kita,"kata Kristanto, head corporate communication PT AHM. Menurut Kristanto, putusan hakim yang memenangkan Gunawan Chandra pada sidang tahap pertama telah mengecewakan PT AHM. "Kami tidak bisa menerima putusan majelis hakim pengadilan niaga. Kami akan melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung." Putusan hakim pengadilan tingkat pertama itu memang belum final karena PT AHM masih memiliki hak untuk mengajukan keberatan melalui kasasi ke Mahkamah Agung. "Kami memandang putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap dan kami masih mempunyai perlindungan hukum. Kami akan mengkonsolidasikan dengan pihak lawyer,"ujarnya. PT AHM, katanya, berpendapat putusan majelis hakim tersebut akan menjadi preseden buruk bagi iklim persaingan usaha di Indonesia di mana hal ini akan membuka peluang bagi para penjiplak merek untuk menggunakan pasal 61 dan 63 Undang-Undang No.15/2002 tentang Merek sebagai sarana untuk melakukan penyelundupan hukum.
Pasal 61 Ayat 2b berbunyi: Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika; merek digunakan untuk jenis barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar.
Pasal 63 berbunyi: Penghapusan pendaftaran merek berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat 2 huruf a dan b dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada pengadilan niaga.
Kristanto menambahkan bahwa dalam keputusannya majelis hakim tidak mempertimbangkan fakta bahwa PT Tossa Shakti diduga merupakan pihak ketiga yang beritikad tidak baik.
Sebelumnya, katanya, Gunawan Chandra juga sempat menjiplak mentah-mentah merek Karisma untuk sepeda motornya. Tapi, setelah ditegur, akhirnya dia membuat surat pernyataan yang antara lain isinya minta maaf dan menarik penggunaan merek itu.
"Sekarang dia [Gunawan Chandra] menggunakan merek dagang Krisma, yang bunyinya sama dengan Karisma milik Honda. Ini jelas ada itikad tidak baiknya,"kata Kristanto.
Hakim, lanjut Kristanto, tidak mempertimbangkan segala usaha seperti promosi dll yang telah dilakukan oleh PT AHM selaku pihak yang menciptakan desain dan dan seni lukis dari Karisma sebagai merek sepeda motor Honda.
Dampak psikologis
Putusan pengadilan telah menimbulkan dampak psikologis kepada para konsumen Honda. "Dampak psikologis itu jelas ada, tapi susah diukur. Yang jelas, putusan hakim itu pasti ada pengaruhnya ke konsumen Honda." Rahman, salah seorang konsumen sepeda motor merek Honda Karisma mengaku kaget mengetahui merek Karisma yang dipakai Honda kalah di pengadilan niaga oleh merek motor Krisma. Dia menilai persoalan hukum yang tengah dihadapi oleh PT AHM sedikit banyak akan berpengaruh pada image produk andalan Honda di kelas 125 cc.
Namun demikian, menurut Rahman, secara perlahan pasar Karisma memang akan tergerus oleh produk terbaru yang belum lama ini dirilis PT Astra Honda Motor, yaitu Honda Supra X125. Dia menilai motor bebek ini sebenarnya memiliki basis mesin yang sama dengan Karisma saudara tuanya.
"Saya kira Supra X125 cc ini bagian dari branding yang dilakukan Honda. Tapi saya juga tidak tahu, apakah produk ini khusus disiapkan untuk mengantisipasi persoalan hukum yang tengah dihadapi Karisma?" ujarnya bertanya-tanya. Terlepas dari persoalan hukum yang membelit Karisma, dia memprediksi harga sepeda motor Karisma seken alias bekas dipastikan akan turun di pasaran. Namun dia menegaskan hal itu bukan dipicu oleh persoalan hukum dengan motor China Krisma. "Koreksi harga terhadap Karisma, semata-mata terjadi karena munculnya Honda Supra X 125 yang sama-sama diproduksi Honda,"katanya. Rahman sempat ragu mengenai nasib motor Karisma yang dia beli dua tahun lalu. Dia bertanya apakah motor Karisma yang sudah beredar di pasar akan ditarik dari pasar atau Honda malah akan meghentikan produksi merek motor ini. Dia agak lega saat diberi tahu masih ada peluang bagi Karisma menang di pengadilan karena PT AHM telah mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Niaga Jakpus. "Jika ada rezeki saya berencana akan ganti dengan Supra X yang terbaru," ungkapnya.
Di segmen motor bermesin 125 cc, Honda melalui Karisma X tahun lalu membukukan angka penjualan rata-rata 57.500 unit per bulan atau dengan pangsa pasar motor 125cc sebesar 61%. Melalui model terbaru Supra X 125cc yang dipasarkan dengan harga mulai Rp12,5 juta (on the road), AHM menargetkan peningkatan penguasaan pangsa pasar di segmen ini menjadi 71%. Selain kedua merek tersebut, Honda saat ini memasarkan sepeda motor jenis bebek lain yaitu Supra Fit 100cc. Sementra di segmen sport, Honda memiliki Tiger 200cc, GL Max, dan Mega Pro 160cc. Merek Supra X sebelumnya dikenal masyarakat untuk motor bebek Honda yang bermesin 100 cc. Namun sejak merilis Supra X125 CC, Supra X 100 cc tidak lagi diproduksi. PT AHM menunjuk Amris Pulungan, praktisi dari kantor hukum Pulungan Winston & Partners.
3.Serikat Pekerja PT KIM, Membela
Perusahaan Sampai di Pengadilan
Quote:PT Karyawan Industri Medan (KIM) sedang menghadapi masalah serius, soal penyerobotan areal seluas 46 hektar oleh oknum masyarakat. Serikat Pekerja (SP) aktif membela perusahaan sampai di pengadilan. Hubungan Serikat Pekerja (SP) dengan manajemen pun, makin erat.
Karyawan PT Kawasan Industri Medan (KIM), Sumatera Utara, sedang resah. Perusahaan tempat mereka bekerja, menghadapi masalah hukum yang pelik. Lahan perusahaan seluas 46 hektar, dipersengketakan. Proses pengadilan, sampai ke Makamah Agung (MA). Kasasi yang diajukan perusahaan, menang di MA. Namun, penggugat Mengajukan Peninjauan Kembali (PK), dan perusahaan berbalik kalah. “Kami aktif memperjuangkan perusahaan sampai ke pengadilan,” cetus Edwin Hutagalung, Ketua Serikat Pekerja (SP) PT KIM. Jika perusahaan benar-benar dikalahkan, dampaknya akan sangat besar. Bukan hanya pada karyawan dan perusahaan, tetapi juga pada iklim investasi nasional.i tanah 46 hektar milik PT KIM tersebut, sudah beroperasi 12 pabrik PMDN dan PMA, menampung sekitar 30 ribu tenaga kerja. “Ini menjadi masalah yang menjadi konsen Serikat Pekerja (SP), karena kami juga terkena dampak buruk yang sangat serius,” ungkap Edwin. Sebagai pengelola kawasan industri, PT KIM memang sangat bergantung pada kepercayaan dan kenyamanan investor untuk mengoperasikan pabrik di arealnya.Selain melakukan dukungan di pengadilan, Serikat Pekerja (SP) juga aktif melakukan advokasi ke pemerintah. “Kita perlu ketegasan dari pemerintah, karena masalah ini dampaknya sangat luas,” ujar Edwin lagi. Keterlibatan SP dalam masalah ini, bukan hanya merupakan kesadaran SP (yang tentu saja didukung semua karyawan PT KIM), tetapi juga atas permintaan manajemen dan pengacara perusahaan. Soalnya, pihak penggugat juga menggunakan tekanan kelompok masyarakat, untuk mempengaruhi pengadilan.Hubungan SP KIM dengan manajemen, memang baru beberapa tahun belakangan ini berlangsung baik. “Sebelumnya juga sudah baik, termasuk dalam menetapkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Tapi, pelaksanaan PKB masih belum konsisten,” ungkap Edwin, yang dipilih menjadi Ketua SP KIM pada 2011 kemarin.Sekarang, menurut Edwin, manajemen sudah mengapresiasi keberadaan SP. Selanjutnya, SP mendesak manajemen untuk bersedia melangkah lebih jauh. Misalnya, melibatkan SP dalam menetapkan kebijakan strategis, termasuk rencana pengembangan perusahaan. “Kami bukan saja merupakan bagian penting dari perusahaan, tetapi juga ikut memiliki perusahaan. Kalau kinerja perusahaan menurun, kami ikut repot,” tutur Edwin.Kepada manajemen, Edwin berusaha meyakinkan, bahwa SP tidak akan pernah mengambil posisi sebagai “lawan” yang selalu berseberangan, tetapi mitra strategis untuk mendongkrak kinerja perusahaan.
Sumber : FSP BUMN
http://misscupuss.blogspot.com/2011/05/contoh-i-kasus-sengketa-honda-karisma.html
Quote:PT Karyawan Industri Medan (KIM) sedang menghadapi masalah serius, soal penyerobotan areal seluas 46 hektar oleh oknum masyarakat. Serikat Pekerja (SP) aktif membela perusahaan sampai di pengadilan. Hubungan Serikat Pekerja (SP) dengan manajemen pun, makin erat.
Karyawan PT Kawasan Industri Medan (KIM), Sumatera Utara, sedang resah. Perusahaan tempat mereka bekerja, menghadapi masalah hukum yang pelik. Lahan perusahaan seluas 46 hektar, dipersengketakan. Proses pengadilan, sampai ke Makamah Agung (MA). Kasasi yang diajukan perusahaan, menang di MA. Namun, penggugat Mengajukan Peninjauan Kembali (PK), dan perusahaan berbalik kalah. “Kami aktif memperjuangkan perusahaan sampai ke pengadilan,” cetus Edwin Hutagalung, Ketua Serikat Pekerja (SP) PT KIM. Jika perusahaan benar-benar dikalahkan, dampaknya akan sangat besar. Bukan hanya pada karyawan dan perusahaan, tetapi juga pada iklim investasi nasional.i tanah 46 hektar milik PT KIM tersebut, sudah beroperasi 12 pabrik PMDN dan PMA, menampung sekitar 30 ribu tenaga kerja. “Ini menjadi masalah yang menjadi konsen Serikat Pekerja (SP), karena kami juga terkena dampak buruk yang sangat serius,” ungkap Edwin. Sebagai pengelola kawasan industri, PT KIM memang sangat bergantung pada kepercayaan dan kenyamanan investor untuk mengoperasikan pabrik di arealnya.Selain melakukan dukungan di pengadilan, Serikat Pekerja (SP) juga aktif melakukan advokasi ke pemerintah. “Kita perlu ketegasan dari pemerintah, karena masalah ini dampaknya sangat luas,” ujar Edwin lagi. Keterlibatan SP dalam masalah ini, bukan hanya merupakan kesadaran SP (yang tentu saja didukung semua karyawan PT KIM), tetapi juga atas permintaan manajemen dan pengacara perusahaan. Soalnya, pihak penggugat juga menggunakan tekanan kelompok masyarakat, untuk mempengaruhi pengadilan.Hubungan SP KIM dengan manajemen, memang baru beberapa tahun belakangan ini berlangsung baik. “Sebelumnya juga sudah baik, termasuk dalam menetapkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Tapi, pelaksanaan PKB masih belum konsisten,” ungkap Edwin, yang dipilih menjadi Ketua SP KIM pada 2011 kemarin.Sekarang, menurut Edwin, manajemen sudah mengapresiasi keberadaan SP. Selanjutnya, SP mendesak manajemen untuk bersedia melangkah lebih jauh. Misalnya, melibatkan SP dalam menetapkan kebijakan strategis, termasuk rencana pengembangan perusahaan. “Kami bukan saja merupakan bagian penting dari perusahaan, tetapi juga ikut memiliki perusahaan. Kalau kinerja perusahaan menurun, kami ikut repot,” tutur Edwin.Kepada manajemen, Edwin berusaha meyakinkan, bahwa SP tidak akan pernah mengambil posisi sebagai “lawan” yang selalu berseberangan, tetapi mitra strategis untuk mendongkrak kinerja perusahaan.
Sumber : FSP BUMN